Senin, 07 September 2009

science nersing


Name : Teguh Joko Pramono S. Kep

Nick Name : Stone Cold

Salam sejahtera semua....

Info penting..."






Dapatkan ilmu keperawatan disini

Askep cukup lengkap


APPENDICITIS


A. Pendahuluan

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Fungsi organ ini tidak diketahui namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

Peradangan apendiks merupakan kausa laparotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa.

Insidens : Pria lebih banyak daripada wanita. Bayi dana anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1 % atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15 %. Frekuensi mulai menanjak setela umur 5 tahun mencapai puncaknya berkisar pada umur-umur 9 sampai 11 tahun.

Diagnosa harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosa menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya.

B. Definisi

§ Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tempat dibawah katub ileosekal.

( Baughman & Hackley, 2000 : 45 )

§ Apendiks adalah suatu peradangan apendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileosekal.

( Long, 1996 : 228 )

§ Apendiks adalah peradangan dari apendiks verivormis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

( Mansjoer, 2000 : 307 )

§ Apendiks adalah peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya.

( Corwin, 2001 : 529 )

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan apendektomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dengan sebab suatu peradangan pada apendiks verivormis yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah ileosekal yang mungkin timbul setelah obstruksi oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya.

C. Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm ( beranjak 3-15 cm ), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.

Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa koleteral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

D. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

E. Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya,. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasiajaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.

Penelitian epidemologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuan kuman flora kolon biasa.

F. Manifestasi Klinis

§ Nyeri abdomen dikuadran kanan bawah, nyeri pada saat ditekan, dilepas, ditekuk dan juga pada saat kaki kanan ditekuk dan diluruskan, lokasi nyeri adala titik Mc Burney

§ Anoreksia dan nausea dengan atau tanpa muntah

§ Pada palpasi dijumpai ketegangan pada Mc Burney dan otot sekitarnya

§ Peningkatan suu tubuh dan takikardi

§ Peningkatan jumlah sel nilai leukosit (leukositosis)

G. Patofisiologi

· Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen

· Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.

· Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilikus dan epigastrium, nausea dan munta

· Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat dan menetap tinggi.

· Tahapan peradangan apandisistis:

1. Apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa perforasi)

2. Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangren dinding apendiks sebenarnya suda terjadi mikroperforasi)

H. Pemeriksaan Fisik

· Keadaan umum penderita benar-benar terliat sakit

· Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih bila telah terjadi perforasi

· Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi berat pada pesakit apendisitis perforasi dengna peritonitis umum. Hal ini disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal

· Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketokdan nyeri tekan.

· Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal atau pun umum.

I. Laboratorium

§ Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis : terdapat pergeseran ke kiri.

§ Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.

J. Terapi

§ Apendisitis perforasi

Persiapan prabedah : pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Rehidrasi. Penurunan suhu tubuh. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intavena.

§ Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum

Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.

Persiapan prabedah :

- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin

- Rehidrasi

- Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena

- Obat-obatan penutun panas, phenergen sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

-

K. Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38 derajat, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. Nadi di bawah 120/menit.

Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilikus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus.

Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah disiapkan sedemikian rupa sehingga nanah dapat langsung terhisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum diperlebar dan pengisapan nanah diteruskan. Apendiktomy dikerjakan fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jerni sewaktu diisap kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, dibawah diafragma dan diatas usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.

Pemasangan drain intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritoneum benar-benar bersih drain tidak diperlukan. Lebih baik dicuci bersih tanpa drain daripada dicuci kurang bersih dipasang drain.

L. Rencana Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada pasien pre apendektomi ialah :

1. Nyeri b.d proses inflamasi

Tujuan : Nyeri berkurang

Intervensi :

- Kaji lokasi skala penyebab, karakteristik durasi rentang 0 ( tidak ada nyeri ) sampai 10 ( nyeri paling buruk)

- Bantu posisi pasien untuk kenyamanan optimal

- Ajarkan teknik nafas dalam dan rilek otot

- Beri kesempatan untuk istirahat bila nyeri mereda

- Beri pereda rasa seperti analgesik

- Pertahankan pasien puasa sebelum pembedahan

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia.

( Carpenito,2000:657 )

Intervensi

- Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

- Beri kesenangan suasana makan yang rilek

- Timbang BB setiap hari pantau hasil pemeriksaan Laboratorium

- Tawarkan makan porsi kecil tapi sering

- Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah makan

- Rencanakan perawatan sehingga prosedur yang tidak menyenangkan tidak di lakukan sebelum makan

- Anjurkan pasien untuk mendapat protein dan kalori yang tinggi

3. Konstipasi b.d malabsorpsi usus

( Doenges,2000:505 )

Intervensi :

- Selidiki keluhan nyeri abdomen

- Observasi gerakan usus perhatikan warna konsistensi,jumlah feses.

- Anjurkan makan atau cairan yang tidak mengiritasi bila di masukan oral

4. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi.

( Engrang,1999:773 )

Intervensi :

- Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi dan termasuk tes Laboratorium serta alasan tindakan keperawatan

- Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan tentang perjalanan pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep.

- Jelaskan penjelasan-penjelasan dokter.

5. Gangguan pola tidur b.d nyeri sekunder akibat peradangan apendiks

Intervensi :

- Kaji pada individu orang terdekat taap kebiasaan tidur

- Pertahankan waktu tidur teratur menyusun relaksasi untuk persiapan tidur

- Jaga kesempatqan tidur bila nyeri mereda

- Jaga ketenangan pasien

Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien pasca operasi :

1. Resiko terhadap perubahan fungsi pernapasan yang b.d immobilitas sekunder terhadap status pasca anestesia dan nyeri.

Intervensi :

- posisikan pasien miring dengan bantal menyangga punggung dan lutut agak fleksi/posisikan pasien semi fowler.

- Kurangi resiko obstruksi lidah

- Jelaskan pentingnya mengubah posisi dan nafas dalam

- Bila terdapat sekresi anjurkan untuk batuk efektif

2. Nyeri b.d insisi bedah

( Doenges, 2000 : 511 )

Intervensi :

- berikan aktivitas hiburan

- kolaborasi pemberian kantong es pada abdomen

- kolaborasi pemberian analgetik

- pertahankan istiraat dengan posisi semi fowler

3. Gangguan pola tidur b.d stres, nyeri pasca operasi, bising

( Sweringan, 2001 : 425 )

Tujuan :

Melaporkan cukup istirahat tidur

Intervensi :

- berikan sedative sesuai program

- berikan analgesik pada waktu tidur

- kurangi kebisingan

- menyusun relaksasi untuk tidur

- anjurkan untuk istirahat tidur jika nyeri mereda

- berikan posisi yang nyaman untuk tidur

- anjurkan keluarga menjaga ketenangan pasien

4. Kerusakan mobilitas fisik b.d pasca operasi

( Sweringan, 2001 : 425 )

Tujuan :

Pasien kembali ke mobilitas fisik pra operasi pasien.

Intervensi :

- kaji mobilitas fisik pra operasi pasien dengan mengevaluasi koordinasi dan kekuatan otot

- memulai perpindahan dari tempat tidur ke kursi dan ambulasi segera

- mungkin setelah pembedahan : dorong menggerakkan dan ambulasi yang sering setelah pembedahan, berikan bantuan bila perlu

- perbaiki faktor yang membatasi mobilitas fisik

- jelaskan pentingnya pergerakan di tempat tidur dan ambulasi dalam mengurangi komplikasi pasca operasi

5. Toleransi aktivitas b.d keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anestesi, hipoksia jaringan, dan ketidakcukupan cairan dan nutrisi.

( Carpenito, 1999 : 813 )

Tujuan :

Memperlihatkan kemajuan mobilitas yang mungkin.

Intervensi :

- dorong kemajuan tingkat aktivitas sesuai indikasi

- latihan pasien ambulasi secara bertahap sesuai toleransi

- bantu pasien dan libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL

- tingkatkan aktivitas perawatan diri klien

- jelaskan pentingnya aktivitas ringan setelah operasi

- ulangi TTV setelah aktivitas

- kolaborasi pemberian cairan parenteral

DAFTAR PUSTAKA

Cook,John. 1995. Penatalaksanaan Bedah Umum Dirumah Sakit. Jakarta : EGC

Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Dorland. 1998. Kamus Sku Kedokteran. Jakarta : EGC

Ramli, Ahmad. 1997. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djabatan